Cerita Rakyat: ASAL MULA KLATEN
Berabad-abad silam, ditepi
sungai Indragiri ada sebuah pondok kecil dan sudah sangat reot. Di
pondok itu tinggal seorang janda dengan seorang anak laki-lakinya yang
baru beranjak remaja. Anak laki-laki itu bernama Toaka. Mereka sudah
tidak memiliki saudara-saudara lagi, dan hidup mereka sangat kekurangan.
Pekerjaan mereka setiap hari hanya mengumpulkan kayu bakar dan kemudian
ditukar kebutuhan hidup sehari-hari untuk hidup mereka.
2.
Pada suatu
hari, seperti biasanya Toaka dan ibunya pergi ke hutan untuk mencari
kayu bakar. Ketika keduanya sedang asyik mengumpulkan kayu, tiba-tiba
mereka dikejutkan oleh dua ekor ular yang besar yang sedang berkejaran.
Ular-ular itu tampaknya sedang bergumul memperebutkan sebuah benda.
Keduanya saling membelit memperebutkan sebuah permata yang sangat indah
berkilauan. Begitu bernafsunya ular-ular itu untuk saling membunuh,
sehingga ketika permata itu terlempar sampai ditempat persembunyian
Toaka dan Ibunya. Ular-ular itu tidak mempedulikannya. Ular-ula ritu
tampaknya ingin membunuh lawannya terlebih dahulu, baru setelah itu
mencari permatanya.
3
Permata yang
berkilauan jatuh dekat sekali dengan Ibu Toaka. Tanpa berfikir panjang
lagi permata itupun dipungutnya, lalu dibungkus erat-erat diujung kain
selendangnya. Ibu Toaka dengan perlahan-lahan beringsut meninggalkan
tempat itu dan kemudian berlari sekuat tenaga bersama Toaka. Mereka tak
ingat kayu bakarnya lagi karena merasa sudah mendapatkan benda yang tak
ternilai harganya. Pada malam harinya, Toaka dan Ibunya sepakat untuk
menjual permata itu untuk mengentaskan hidup mereka dari kemiskinan.
4.
Pada
keesokan harinya, mereka sudah berada dibandar untuk menawarkan permata
dari ular itu kepada para saudagar. Namun ternyata permata permata dari
ular itu termasuk jenis permata yang amat langka dan mahal harganya. Tak
ada seorang saudagar pun di Indragiri yang memiliki cukup uang untuk
membeli permata itu. Beruntung, kemudian datang seorang saudagar dari
seberang yang sangat tertarik dengan permata itu. Namun karena uangnya
banyak disimpan dirumah, maka saudagar itu mengajak Toaka ikut berlayar
bersamanya.
“Berangkatlah Toaka, Ubahlah
nasib kita dinegeri orang. Tapi ingat cepat-cepatlah pulang bila engkau
sudah berhasil. Ibu tak akan tahan menanggung rindu,” kata ibu Toaka
dengan amat sedihnya.
“Jangan kawatir, Bu.
Toaka segera akan pulang dengan membawa kekayaan yang akan merubah hidup
kita,” hibur Toaka dan segera melangkah naik ke sekunar (kapal layar)
yang akan membawanya ke negeri seberang.
5.
Sekunar
milik saudagar itu pun segera berlayar menyusuri sungai Indragiri dan
kemudian berangkat ke Temasik, bandar Singapura. Toaka sangat gembira
menikmati perjalanan berlayar itu, namun yang membuatnya lebih bahagia
adalah bahwa tak lama lagi dia akan menjadi seorang yang kaya raya.
Singkat cerita sampailah sekunar yang dinaiki Toaka
di bandar Singapura. Permata Toaka langsung dibeli oleh saudagar kaya
itu. Oleh Toaka uang yang berlimpah itu sebagian digunakan untuk modal
usaha berdagang. Karena keuletan dan didukung oleh modal besar, dalam
waktu dua tahun saja Toaka sudah dikenal sebagai saudagar kaya-raya
dibandar Singapura. Orang-orang kemudian memberi gelar Toaka saudagar
muda. Rumahnya sangat besar dan bertingkat. Kedai dan tokonya tak
terbilang banyaknya. Toaka pun memiliki pecalang (perahu besar untuk
mengangkut barang dagangan) dan juga sekunar puluhan buah.
6.
Pada tahun
ketiga, Toaka kemudian menikah dengan putri saudagar kaya raya yang elok
parasnya. Putri saudagar itu bernama Nilam Sari. Toaka benar-benar
sudah memiliki segalanya, rumah yang megah bagai istana, harta kekayaan
yang melimpah-limpah dan istri yang cantik jelita.Toaka terlena dengan
kenyamanan hidupnya dan sehingga melupakan ibunya dai kampung halaman.
Pada suatu hari setelah sekian lama hidup sebagai suami-istri, Nilam
Sari begitu ingin pergi ke Indragiri. Dia ingin bertemu dengan mertuanya
yang sering diceritakan oleh suaminya sebagai seorang bangsawan kaya
raya dari Indragiri.
7.
Akhirnya,
saudagar muda Toaka tergerak pulang untuk melihat kampung halamannya.
Dalam perjalanan hatinya agak resah memikirkan reaksi istrinya bila
mengetahui mertuanya bukanlah seorang bangsawan kaya raya seperti yang
diceritakannya. Toaka malah berharap Ibunya sudah mati sehingga tidak
mempermalukan dirinya. Tanpa terasa tujuh buah sekunar yang sarat muatan
mulai memasuki sungai Indragiri. Iring-iringan kapal layar itu
mengiringi sebuah sekunar yang paling megah yang ditumpangi oleh
saudagar muda Toaka dan Nilam Sari. Rombongan itu terus berlayar
ke udik dan kemudian berlabuh diseuah muara cabag anak
sungai Indragiri.
8.
Hati ibu
Toaka berseru girang ketika mendengar kasak-kusuk bahwa rombongan
saudagar yang berlabuh itu adalah saudagar muda Toaka. Maka Ibu Toaka
naik ke perahu sompong miliknya dan mangayuhnya mendekati sekunar yang
paling megah yang dinaiki anaknya. Saudagar muda Toaka saat itu sedang
duduk-duduk bersama Nilam Sari di anjungan. Mereka sedang menikimati
keindahan alam disekitar sungai Indragiri. Ibu Toaka yang sudah berada
dekat sekunar itu terus memandangi saudagar kaya yang berpakaian mewah
itu adalah Toaka anaknya. “Ia memang Toaka anakku,” kata ibu Toaka yakin
dan mengayuh perahu sompongnya untuk lebih mendekat lagi ke sekunar.
“Toaka….Toaka anakku!” seru Ibu
Toaka sambail melambai-lambaikan tangannya ke arah anjungan sekunar.
“Toaka….Toaka ini ibumu!”
teriaknya lagi.
“Siapakah
orang tua berpakaian seperti pengemis itu, Kanda Toaka?” tanya Nilam
Sari. “Tampaknya ia seperti mengenal betul Kakanda.”
9.
Toaka sangat
terkejut mengatahui kedatangan ibunya. Perasaan malu hinggap dihatinya
melihat keadaan ibunya yang tak ubahnya gelandangan itu. Dan lebih malu
lagi kepada istrinya yang anak saudagar kaya.
“Toaka! Aku ini ibumu, Toaka!”
teriak ibunya berulang.
Nilam
Sari menjadi tertawa dan menghina. “ha…ha…ha…jadi itulah ibu kakanda,
cuiihh! Tak sudi aku punya ibu seperti dia.”
Bukan! Dia bukan ibuku! Mana mungkin kanda saudagar kaya raya
begini beribukan gelandangan,” jawab Toaka sambil memerintahkan anak
buahnya mengusir ibunya.
10.
Perasaan
ibu Toaka pun menjadi hancur. Hatinya seperti disayat-sayat. Ia tak
menyangka anaknya bakal mencampakkannya. Dalam kesedihannya akhirnya
terucaplah sumpah ibu yang teraniaya itu.
“Toaka engkau tak pantas menjadi saudagar
kaya. Engkau lebih pantas menjadi elang yang berkulik-kulik ditengah
hari. Dan istrimu suka mentertawakan orang itu lebih pantas menjadi
burung punai berkelekok siang hari.!”
“Jlllaaaarrrr….!” Tiba-tiba terdengar petir menyambar-nyambar
dengan dahsyatnya. Dan tanpa tanda-tanda tiba-tiba saja datang angin
putting beliung pula.
Rombongan
kapal layar itu hancur hangus terbakar plrh sambaran petir yang murka
dan sisanya habis tergulung badai dahsyat. Tak lama kemudian terdengar
elang berkulik pada tengah hari dan burung Punai yang berkelokok siang.
Suaranya menegakkan bulu roma.Bunyi kedua burung terdengar mengiba
seperti memohon-mohon ampun. Namun juga memperingatkan orang agar tidak
berbuat seperti dirinya. Anak-anak yang tak berbakti dab durhaka kepada
orang tuanya.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking